Rabu, 16 April 2014

Peran Perawat Penanggulangan IMS dan HIV di Klinik Cintta Puskesmas Kecamatan Tambora Jakarta Barat



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Berdasarkan laporan UNAIDS 2006 menunjukkan bahwa orang dengan HIV/AIDS yang hidup 39,4 juta orang, dewasa 37,2 juta penderita,anak-anak dibawah usia 15 tahun berjumlah 2,3 juta penderita.Sedangkan di kawasan Asia Pasifik terjadi peningkatan yang cukup tajam, termasuk di Indonesia. (Pedoman pengembangan jejaring layanan dukungan, perawatan dan pengobatan HIV/AIDS Dep-Kes RI Ditjen P2PL 2007)

Berdasarkan laporan situasi perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2010, secara komulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 21.770 kasus yang berasal dari 32  provinsi dan 300 kabupaten/kota. Cara penularan kasus AIDS komulatif dilaporkan melalui hubungan seks heteroseksual  (49,3%), Injecting Drug User atau IDU (40,4%), hubungan seks sesama lelaki (3,3%), dan perinatal (2,7%). (Rencana operasional promkes dalam pengendalian HIV-AIDS,Kemenkes RI 2011 ).

Kecenderungan menunjukkan bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan beresiko mengalami epidemi yang lebih besar. Peningkatan kasus penularan HIV di kalangan kelompok beresiko di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu indikator potensi kenaikan yang cukup mengkhawatirkan.

Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai penyakit menular ini melalui pendidikan dan advokasi masyarakat menjadi hal yang utama. Tujuannya untuk mencegah penyebaran epidemi ini lebih luas lagi. Kalau tidak, maka stigma, diskriminasi dan ketidaktahuan akan tetap menjadi kendala bagi upaya penanggulangan lebih jauh.
Infeksi Menular Sexual (IMS) merupakan satu diantara penyebab penyakit utama di dunia dan telah memberikan dampak luas pada masalah kesehatan, sosial ekonomi di banyak negara.

Pada tahun 1991, WHO telah mempublikasikan suatu rekomendasi penatalaksanaan pasien IMS yang bersifat paripurna, yang secara luas berkaitan dengan; upaya pengnggulangan, pencegahan dan program-program perawatan untuk IMS dan infeksi HIV.

Keberadaan virus HIV dan AIDS telah menarik perhatian dunia terhadap penanggulangan dan pemberantasan IMS. Terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dan penularan HIV, baik IMS yang ulseratif maupun non ulseratif, telah terbukti menularkan HIV menularkan HIV melalui hubungan sexual.

Adapun hasil estimasi dari KPAK dan LSM tahun 2007 diwilayah kecamatan Tambora terdapat beberapa faktor resiko HIV yaitu IDU sebanyak 880 orang, PSK langsung 250 orang, PSK tidak langsung 120 orang, waria 178 orang, LSL 72 orang, highrisk man 4420.

Puskesmas kecamatan Tambora merupakan salah satu pusat pelayanan masyarakat yang menyediakan pelayanan IMS. Klinik IMS di Puskesmas Kec.Tambora berdiri sejak tahun 2007 dengan jangkauan layanan pada populasi resiko rendah. Pada tahun 2008 terbentuklah klinik CINTTA (Cermat Informatif Terpadu Tanggulangi HIV AIDS) yaitu klinik gabungan IMS,VCT,CST. Terdapat 65 ODHA yang terdata diklinik CST periode januari sampai juni 2011 dan berdasarkan data hasil VCT terdapat 18 kasus baru HIV, dan 50% nya dari IMS. Pada tahun 2013 terdapat 103 kasus baru HIV, 60% dari IMS,30 % IDU, 10 % dari skrining TB.
Sebagai perawat kita memiliki tanggung jawab serta peran serta dalam rangka menurunkan kasus HIV AIDS serta meningkatkan kesadaran masyarakat terutama yang memiliki faktor resiko tertular HIV AIDS. Adapun peran tersebut antara lain sebagai case finding, care giver, educator, conselor, dan role model.
B. Tujuan
1. Tujuan Umun
Diharapkan perawat sebagai ujung tombak mampu memberikan pelayanan secara profesional di klinik IMS Puskesmas Kecamatan Tambora.
2. Tujuan Khusus
a.    Mampu menempatkan diri sebagai tenaga kesehatan tanpa memperhatikan latar belakang kliennya
b.    Mampu mendeteksi dini kasus HIV di masyarakat.
c.    Mampu memberikan advokasi terhadap permasalahan pada kliennya
d.    Mampu menjaga privasi kliennya
e.    Mampu menjadi konselor yang baik bagi kliennya
f.     Mampu bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya.




C.Visi dan Misi
1.Visi
Menjadikan Klinik IMS Puskesmas Kecamatan Tambora, Klinik IMS terbaik tingkat nasional
2.Misi
a. Memberikan pelayanan terbaik dan terpadu
b. Membangun jaringan lintas program, lintas sektoral dan dengan LSM.
c. Memberikan suasana yang nyaman dan bersahabat
d. Melakukan kunjungan ke masyarakat.







BAB III
KEGIATAN DI BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT

A.   Permasalahan
1.    Masih tingginya stigma masyarakat pada pasien IMS (terutama waria dan gay).
2.    Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program IMS dan HIV di Puskesmas Kecamatan Tambora
3.    Lamanya waktu tunggu diklinik IMS sehingga dikhawatirkan pasien waria dan LSL merasa jenuh, dan tidak mau berkunjung lagi.

B.   Analisa SWOT
1.    Strength
a.  Puskesmas Kecamatan Tambora memiliki program penanggulangan HIV AIDS yang lengkap dan terintegrasi, ada klinik IMS, VCT, CST, PMTCT, PITC, PTRM, LJSS.
b.  Memiliki 976 kader tersebar di 11 kelurahan di wilayah kecamatan Tambora.
c.  Di Puskesmas Kecamatan Tambora memiliki sumber daya manusia yang sudah terlatih dalam program penanggulangan HIV AIDS.
2.    Weakness ( kelemahan )
a.   Tingginya mobilitas penduduk dipuskesmas kecamatan Tambora.
b.   Masih ada stigma di internal Puskesmas Kec.Tambora
c.   Masih ada anggota TIM yang memegang program lain
3.    Opportunity ( peluang )
a.    Memiliki kerjasama yang baik dengan LSM dalam program penanggulangan HIV AIDS.
b.   Adanya kebijakan tentang Harm Reduction
c.  Adanya dukungan dari lembaga donor seperti GF,AUSAID,USAID.KPAN,FHI,dll.
4.    Treat ( ancaman )
a.  Fenomena gunung es pada kasus HIV terutama akibat dari IMS sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kasus baru yang tidak terdeteksi.
b.  Warga masyarakat semakin kritis sehingga dibutuhkan penanganan tepat pada kasus IMS atau HIV untuk menghindari pemberitaan yang negatif. .
c.  Dalam berlakunya undang – undang perlindungan konsumen, sehingga perawat perlu mengembangkan diri untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan yang benar – benar profesional.

C.   Rencana Kerja
V
MASALAH
ALTERNATIF PENYELESAIAN
1
Masih tingginya stigma masyarakat pada pasien IMS (terutama waria)

1.  Memberikan penyegaran pada tingkat internal Puskesmas mengenai IMS dan HIV AIDS .(Educator)
2.  Sosialisasi pada tokoh masyarakat tentang IMS dan HIV.(Case Findding)
3.  Tetap menjaga privasi dan hak pasien (Conselor dan Role model, Care Giver)

2
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program IMS dan HIV di Puskesmas Kecamatan Tambora


1.  Bekerjasama dengan LSM dalam sosialisasi program penanggulangan IMS dan HIV AIDS dilingkungan masyarakat (Case finding)
2.  Menyebarkan leaflet pada pengunjung Puskesmas Kec.Tambora (Educator)
3.  Mempermudah akses kunjungan ke Klinik IMS.(care giver)
4.  Melakukan mobile klinik (Care Giver)
3
Lamanya waktu tunggu diklinik IMS sehingga dikhawatirkan pasien merasa jenuh, dan tidak mau berkunjung lagi.


1.    Memberikan transfer ilmu dan keterampilan pada perawat yang belum mengikuti pelatihan IMS sehingga bisa menjadi pengganti saat perawat yang lain sedang dinas luar atau tidak hadir (role model)
2.    Mempercepat akses pelayanan tanpa melalui loket pendaftaran.(Care giver)
3.    Membuat alur satu pintu (one stop service).



D.   Hasil Kegiatan
1.    Memberikan penyegaran pada petugas diPuskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan di wilayah kec.Tambora tentang HIV dan IMS.
2.    Sosialisasi tentang IMS dan HIV pada tokoh masyarakat sekitar dan kader (Minimal 1 kali dalam satu tehun sejak tahun 2009).
3.    Bekerjasama dengan LSM dalam sosialisasi program penanggulangan IMS dan HIV AIDS dilingkungan masyarakat (Case finding). Setiap satu tahun 3 kali selalu mengadakan qurterly meeting dan mengundang LSM dalam rangka menjalin kerja sama dan komunikasi.

Progres:
a. Ada laporan dari kader kelurahan angke RW.01  pada tahun 2010, terdapat warga yang sakit  dicurigai HIV dikarenakan backgroundnya sebagai penyanyi kafe. Kemudian dilakukan kunjungan rumah dan dan pasien dianjurkan untuk pemeriksaan IMS dan VCT dan hasilnya positif HIV, selanjutnya dilakukan test pada kedua anaknya , hasilnya anak pertama negatif dan anak kedua positif HIV, selanjutnya dikonsul ke CST.(Case finding)
b. Ada laporan pd tahun 2011 dari kelurahan tanah sereal dicurigai HIV dikarenakan background suaminya yang IDU dan suami nya telah meninggal dengan sakit TB, akhirnya dilakukan test pada istrinya, hasilnya positif, dan anaknya negatif.
c. Data kunjungan klinik cintta


 Berdasarkan Faktor resiko


d. Sejak pertengahan tahun 2013 kami berhasil merangkul  seorang relawan yang peduli dengan IMS dan HIV pada kaum LSL, dan dia berhasil menjaring LSL melalui media sosial dan diarahkan ke klinik Cintta puskesmas Kecamatan Tambora, dan berhasil berkontribusi 25 % dari 31 % kunjungan untuk kaum LSL.
4.    Mempercepat akses pelayanan
5.    Membuat alur 1 pintu
Progres:
a.    Setiap pasien yang mau berkunjung ke klinik IMS, sekuriti langsung mengarahkan ke klinik Cintta
b.    Pasien yang dicurigai ada IMS atau HIV di poli atau puskesmas kelurahan maka langsung dirujuk ke klinik cintta
c.    Apabila terdapat pasien IMS yang positif HIV maka akan langsung ditanganin di klinik cintta, tanpa harus menunggu atau pindah ruangan.





Alur Pelayanan Klinik Cintta

6.    Melakukan Mobile klinik
Hasil :


           
           

















Kamis, 28 April 2011

SEPUTAR KEPERAWATAN






Kebutuhan tenaga perawat di luar negeri seperti Amerika, Kanada, Eropa, Korea, Jepang dan Timur Tengah makin meningkat. Diperkirakan, hingga 2020, negara-negara ini memerlukan 1 juta perawat dari negeri kita.
Hal itu dikemukakan Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran UGM, Elsi Dwi Hapsari,  dalam Seminar Internasional Ilmu Keperawatan: ‘Indonesian Nurses to Study and work in 3 Countries: Preparation and Challenges’, di Gedung Ismangoen, Senin (4/10).
Dia memberi contoh saat ini Jepang  membutuhkan lebih banyak perawat karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan perawat di dalam negerinya. Ada sekitar 1,3 juta perawat Indonesia yang bekerja di Jepang. Mereka terdiri dari 822  perawat, 46 ribu perawat komunitas, dan 27 ribu perawat bidan. Sementara jumlah total asisten perawat adalah 411 ribu otang.
Sementara itu  pemerintah Indonesia telah mengirimkan 208 perawat pada tahun 2008, lalu 362 perawat pada tahun 2009, dan tahun 2010 mengirimkan sebanyak 149 perawat ke Jepang. ”Pada tahun 2010 ini Jepang masih membutuhkan 15.900 perawat,” ungkap dia.
Meski tenaga perawat dari Indonesia semakin diminati namun masih terkendala lemahnya penguasaan bahasa asing, lingkungan kerja yang berbeda dan belum terpenuhinya standar kompetensi perawat kualifikasi internasional. Selain itu, dia menambahkan, perawat di Indonesia saat ini terkendala tidak bisa meningkatkan kompetensi ilmunya karena masih minimnya pendidikan master dan doktor di dalam negeri.
”Sampai sekarang jumlah program pendidikan master dan doktor di bidang keperawatan di Indonesia masih terbatas. Salah satu faktor masih sedikitnya jumlah dosen yang mempunyai tingkat pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai,”ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Rebbeca Matti dari USAID. Dia mengemukakan Amerika Serikat tengah membutuhkan tenaga perawat dari berbagai Negara yang memiliki kualifikasi internasional.  ”Bekerja sebagai perawat di Amerika dibutuhkan secara internasional untuk beberapa alasan di antaranya: karena tingkat kemandirian yang tinggi dan penghargaan yang diberikan pada perawat serta gaji yang menggiurkan.”
Dia mengemukakan pendidikan sekolah perawat di Amerika bisa digunakan sebagai acuan untuk memperdalam pengetahuan tentang keperawatan pada tingkat level internasional. Apalagi,  masuk ke Amerika sebagai pelajar dan mahasiswa lebih mudah mendapatkan akses ketimbang mencari kerja.